Foto: Meksiko berencana melegalkan ganja untuk kebutuhan pengobatan dan rekreasi. (AP/Eduardo Verdugo)
Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah peneliti di AS menemukan tanda-tanda jelas dunia kini tengah menghadapi malapetaka. Tanda-tanda itu terlihat di dedaunan.
Daun menjadi salah satu indikator karena menjadi tempat fotosintesis dengan menyerap karbon dioksida dan melepas oksigen ke atmosfer. Karena itu, hutan pun terkenal sebagai paru-paru dunia. Namun, keberlangsungannya terancam karena panasnya temperatur, membuat proses fotosintesis berhenti.
Penelitian oleh Gregory Goldsmith dari Chapman University di California beserta timnya, menemukan beberapa bagian hutan tropis mendekati batas temperatur, sehingga mengganggu proses fotosintesis.
“Studi menunjukkan bahwa dedaunan di hutan tropis di tempat dan waktu tertentu telah menembus batas temperatur kritis,” kata Goldsmith dikutip Minggu (3/12/2023).
Pohon di hutan tropis bisa menjalankan proses fotosintesis di suhu hingga 46,7 derajat Celcius. Tapi peneliti itu menjelaskan kemampuan spesies berbeda bergantung kepada populasi hutan, jumlah daun di pohon, dan kanopi.
Tim Northern Arizona University menggunakan data suhu permukaan Bumi dari ECOSTRESS NASA untuk mencari tahu dedaunan di hutan tropis yang “kepanasan” hingga tak bisa berfotosintesis.
Data yang dikumpulkan dari pantauan satelit pada periode 2018-2020 tersebut kemudian divalidasi dengan sensor di permukaan yang ditempatkan di pucuk pohon lima hutan di Brasil, Puerto Rico, Panama, dan Australia.
Hasil analisis mereka menunjukkan temperatur di kanopi hutan memuncak di suhu 34 derajat Celcius pada musim kering, meskipun sebagian daun mencapai suhu 40 derajat Celcius. Sebagian kecil daun, yaitu 0,01 persen dari sampel melampaui temperatur krisis (46,7 derajat Celcius) paling tidak sekali sepanjang musim kering.
“Meskipun masih jarang, temperatur ekstrem bisa berdampak bencana kepada fisiologi daun. Bisa digolongkan sebagai peristiwa berdampak luar biasa dengan probabilitas rendah,” tulis laporan penelitian.
Menurut laporan ScienceAlert, pohon menutup pori-pori di daunnya yang dinamakan stomata, untuk menghemat air setiap suhu terlalu panas.
Namun, penutupan stomata membuat daun berpotensi rusak karena tidak bisa “mendinginkan diri” lewat proses transpirasi. Pada periode kering, saat tanah mengeras, dampak suku panas bisa makin parah.
“Percaya atau tidak, kita tidak tahu banyak soal alasan pohon mati,” kata Goldsmith.
Pemahaman sains soal efek panas dan kekeringan, air dan temperatur, terhadap tanaman, masih sangat sedikit.
Kemudian, tim peneliti menggunakan data yang mereka punya untuk menjalankan simulasi untuk memahami respons hutan tropis terhadap kenaikan temperatur dan kekeringan yang makin sering terjadi.
https://surinamecop.com Simulasi menunjukkan bahwa 1,4 persen dari pucuk kanopi hutan bisa berhenti berfotosintesis dalam beberapa waktu ke depan sebagai dampak dari pemanasan global.
Jika pemanasan global melewati 3,9 derajat Celcius, seluruh hutan bisa tidak tahan. Daun bakal kering dan pohon di seluruh hutan mati satu demi satu.
Namun, peneliti menekankan bahwa perhitungan ini hanya probabilitas. Bisa saja, dampak parah terjadi pada temperatur yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk menekan emisi dan mencegah deforestasi untuk melindungi hutan tropis.